BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat
pendidikan yang belum mengerti dan memahami pendekatan dan model-model
pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah mendengar tetapi belum
mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model pengembangan
kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu
kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada
umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.
B.
Rumusan
Masalah
Rumusan
masalah pada makalah ini adalah:
1. Apa
yang dimaksud dengan pendekatan dan model pengembangan kurikulum?
2. Apa
sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut?
3. Apa
sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut?
C.
Tujuan
Tujuan
penyusunan makalah ini adalah:
1. Menjelaskan
pengertian dari pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
2. Menjelaskan
apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut.
3. Menjelaskan
apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendekatan Pengembangan
Kurikulum
Pendekatan
dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu
proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya
suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan
pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolakatau sudut pandang secara umum
tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna
yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa
berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction),
bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement).
Selajutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum
berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum,
struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran,
sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya
berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi
rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan
oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan
pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan
kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks
pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri.
Pendekatan,
lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja
dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang
dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil
kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang
memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena
adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk
perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk
membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan
memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah
cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti
langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang
lebih baik.
B. Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum sebaiknya dilaksanakan secara sistemik berdasarkan
prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus
harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak terlepas-lepas,
tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan
berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar
terpadu secara bulat dan utuh. Ada berbagai macam pendekatan yang dapat
digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1.
Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran
Pendekatan ini di Indonesia dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975.
bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi bahan
adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel dan bebas dalam menyusunnya, sebab
tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai
dengan tujuan. Kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang jelas, maka
sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran.
Demikian pula untuk kebutuhan penilaian.
2.
Pendekatan berorientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau
penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah
penberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada
tujuan adalah:
·
Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan
kurikulum
·
Tujuan yang jelas pula didalam meneptapkan
materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk
mencapai tujuan
·
Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan
memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang di capai.
·
Hasil penilaian yang terarah tersebut akan
membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang di
perlukan
Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru).
Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru).
3.
Pendekatan dengan Organisasi Bahan
a. Pendekatan
Pola Subjec Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran secara
terpisah-pisah, misalnya: Sejarah, Ilmu Bumi, Biologi, Berhitung. Mata
pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
b. Pendekatan
dengan Pola Correlated Curriculum
Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan
beberapa mata pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat
berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu:
v Pendekatan
Struktural
Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah,
dan Ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian
dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup suatu bidang
studi.
v Pendekatan
Fungsional
Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan
sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam
lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya
v Pendekatan
Tempat / Daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok
pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan
pembicaraan mengenai segi wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan
sebagainya.
v Pendekatan
Pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti
tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari
bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan
pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia
seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada
keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang
terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan
tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat
kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di
sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan
penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan
tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian
komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengan
komponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang
mengambil keputusan kurikulum.
C.
Pengertian
Model Pengembangan kurikulum
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam)
dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75).
Definisi lain dari model adalah abstraksi dari sistem
sebenarnya, dalam gambaran yang lebih sederhana
serta mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model
adalah abstraksi dari realitas
dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).
dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya (Simamarta, 1983: ix – xii).
Jadi, Model ialah sebagai kerangka konseptual yang
digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan sebuah kegiatan.
D.
Model Pengembangan Kurikulum
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya
adalah :
adalah :
a) Model pengembangan kurikulum menurut
Robert S. Zails.
Dalam bukunya yang
berjudul Curriculum Principles and
Foundations. Zains mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum. Model-model tersebut adalah:
Foundations. Zains mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum. Model-model tersebut adalah:
a. Model administrative (
Administrative )
Model pengembangan kurikulum ini
merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model
administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang
dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur
atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi
atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini
terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli
disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan
konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam
pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat
pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi
kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas
para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.
Tim
kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang
lebih operasional, yang dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar
yang telah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan
yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun
sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta
menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah
semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum
tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain
yang berwewenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa
penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum
tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum
tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top
down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera
berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk
dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan.
Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam
pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula
adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam
pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi,
untuk menilai baik validitas komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun
keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari
tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim
khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian
tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat,
daerah maupun sekolah.
b. Model dari bawah ( Grass-Roots )
Model
pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya
pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu
guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan
dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi,
sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang
bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru,
sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya
pengembangan kurikulum.
Pengembangan
atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu
atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen
kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan
guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan
kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas
pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari
pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna
itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu
sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh
smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum karangan
Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat
Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau
sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis
pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain.
Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass
rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan
sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang
lebih mandiri dan kreatif.
c. Model demonstrasi ( Demonstration )
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat
grass roots, dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau
sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan
kurikulum. Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau
beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup
keseluruhna kompeonen kurikulum. Karena sikap ingin merubah atau mengganti
kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari
pihak-pihak tertentu.
Karena sifatnya yang ingin merubah, pengembangan
kurikulum seringkali mendapat tantangan dari pihak tertentu.
Terdapat dua variasi model demonstrasi,
yaitu ;
1. berbentuk
proyek dan
2. berbentuk
informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas
dengan kurikulum yang ada.
Beberapa keunggulan dari pengembangan
kurikulum model demonstrasi ini, yaitu:
1. Memungkinkan
untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang
lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi
nyata;
2. Jika
dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan
dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
3. Dapat
menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi
pelaksanaannya tidak ada;
4. Menempatkan
guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan
kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi
mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi
apatisme.
d. Model system beauchamp ( Beauchamp’s
System )
Model pengembangan kurikukum ini,
dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima
hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Ø Pertama,
menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum
tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh
wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan
kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang
menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah
propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah
akabuapten saja sebagai pilot proyek.
Ø Kedua,
menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam
pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi
dalam pengembangan kurikulum yaitu:
ü Para
ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para
ahli bidang ilmu dari luar,
ü Para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru
terpilih,
ü Para
profesional dalam sistem pendidikan.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang
biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum,
dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan penerbit
buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriwan.
Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas
wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak
melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau
sekolah keterlibatan guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia
ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
v Haruskah
kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
v Bila
iya, apakah peranan mereka?
v Apakah
mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran
tersebut?.
Ø Ketiga,
organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan
dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan
yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam
menentukan keseluruhan desain kurikulum.
Ø Keempat,
implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau
melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan
kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan
maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Lebih jauh lagi mengemukakan lima
langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
v Menetapkan
arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum, apakah suatu sekolah,
kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh negara. Penetapan wilayah ditentukan oleh
pihak yang memiliki wewenang pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan
kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
v Menetapkan
personalia yang akan turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada
empat kategori orang yang dapat dilibatkan yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
ü Para
ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan
kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari luar;
ü Para
ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
ü Para
profesional dalam sistem pendidikan; dan
Organisasi dan prosedur pengembangan
yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan
umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam
menentukan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam
lima langkah, yaitu :
ü membentuk
tim pengembang kurikulum;
ü mengadakan
evaluasi atau penelitian terhadap kurikulum yang berlaku;
ü studi
penjajagan kemungkinan penyusunan kurikulum baru;
ü merumuskan
kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru; dan
ü penyusunan
dan penulisan kurikulum baru.
ü Implementasi
kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum
yang sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab membutuhkan kesiapan
menyeluruh, baik guru, peserta didik, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping
kesiapan manajerial dan pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Evaluasi kurikulum, pada langkah ini
minimal mencakup empat hal yaitu:
ü evaluasi
tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru;
ü evaluasi
desain;
ü evaluasi
dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang
diperoleh digunakan untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.
e. Model terbalik Hilda taba ( Hila
Taba’s Inverted )
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan
kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan:
1. Penentuan
prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
2. Merumuskan
desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen
tertentu
3. Menyusun
unit-unit kerikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,
4. Melaksanakan
kurikulum di dalam kelas.
Taba berpendapat model deduktif ini
kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut
pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan
inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini. Pertama, mengadakan
unit-unit eksperiment bersama guru-guru. Kedua, Menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan
revisi dan konsolidasi. Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka
kurikulum.
Ø Menghasilkan
unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan
khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat
sekuens dan keseimbangan
Ø Menguji
coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan
kelayakan penggunaannya.
Ø Mengadakan
revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh
dalam uji coba.
Ø Mengembangkan
seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir
ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan
sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat sesuai tuntutan kurikulum.
f. Model hubungan interpersonal dari
Rogers ( Roger’s Interpersonal Relationals)
Meskipun roger bukan seorang ahli
pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi. Tetapi
konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu
juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep
tentang perkembangan dan perubahan individu.
Menurut when crosby (1970:388) dalam
Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa
“perubahan kurikulum adalah perubahan individu”.
Menurut Rogersmanusia berada dalam
proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai
kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada
hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu
memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi
apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar
perkembangan anak.
v Pemilihan
target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya
kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat
pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara
intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam
suasana relaks, tidak formal.
v Partisipasi
guru dalam pengalaman kelompok yang intensif.
Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama
kegiatan satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima
sejalan dengan para administrator seperti telah dikemukakan di
atas,
v Pengembangan
pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama
lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan
fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
v Partisipasi
orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite
Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore
hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan
memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak,
dan dengan guru. Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan
kelompok di atas. Metode pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity
trainning, encounter group, dan Trainning Group (T Group).
Model
pengembangan kurikulum
dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu
perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian
kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial
Humanis., ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan
sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat
berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah . petode pendidikan
yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter group dan
Training Group
( T Group ).
( T Group ).
g. Model action research yang
sistematis ( The Systematic Action-Research)
Model kurikuum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan
kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang
melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola
hubungan pribadi kelompok dari sekolah dan masyarakat. Jadi model ini
menekankan pada tiga hal; yaitu hubungan insane, sekolah dan organisasi
masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga
masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang
bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum
dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan
pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai
hal itu adalah dengan prosedur action
research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama
tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat
menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang
mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana
yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan
pertama yang harus diambil.
Langkah kedua, implementasi dari keputusan yang
diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan
pengumpulan data dan fakta-fakta. Fungsinya untuk menyiapkan data bagi evaluasi
tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan
untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, sebagai bahan untuk menentukan
tindakan lebih lanjut.
h. Model teknologis ( Emerging
Technical )
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta
nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan
model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru berdasarkan hal
tersebut, diantaranya:
Ø The Behaviour Analysis Model;
menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang
kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun
secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara
berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
Ø The System Analysis Model; berasal
dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan
spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua
adalah menyusun instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar
tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil
serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan
keuntungan dari beberapa program pendidikan.
Ø The Computer-Based Model; suatu
model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. Pengembangannya
dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit
kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada
para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit
kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan
dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam computer.
b) Model pengembangan kurikulum yang
diajukan oleh Rogers
Model yang
diajukan oleh Rogers ini masih dalam bentuk
paling sederhana. Model ini banyak dipakai oleh tenaga pengajar
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 3 asusmsi dasar
model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Rogers,
diantaranya adalah:
paling sederhana. Model ini banyak dipakai oleh tenaga pengajar
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 3 asusmsi dasar
model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Rogers,
diantaranya adalah:
a.
Asumsi
bahwa kemampuan untuk lulus ujian adalah criteria
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi.
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi.
b.
Evaluasi
adalah pendidikan, dan pendidikan evaluasi,
c.
Pengetahuan
merupakan akumulasi bagian-bagian dari materi
informasi.
informasi.
c)
Model
pengembangan kurikulum menurut Ralph Tyler
Pada tahun 1950 Ralph Tyler
menciptakan suatu mata pelajaran baru dengan judul prinsip-prinsip kurikulum
pengajaran. Pemikiran Ralph Tyler tersebut telah banyak mendasari alam pengembangan
kurikulum masa sekarang. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum Tyler
mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a) Apakah perjalanan itu penting
(diperlukan)?
b) Kemana kita akan pergi (tujuan dan
sasaran)?
c) Jalan apakah yang diambil (model
subyek)?
d) Kendaraan apakah yang dinaiki
(isi/materi)?
e) Bagaimanakah cara mengendarai
kendaraan tersebut (pendekatan terhadap proses belajar)?
f) Jenis peta manakah yang akan kita
gunakan (teknologi
pendidikan)?
pendidikan)?
g) Siapa sajakah teman seperjalanan
kita (bidang-bidang ilmu lain
dari kurikulum)?
dari kurikulum)?
h) Bagaimana kita dapat menyatakan
bahwa kita berada pada
jalur yang benar (evaluasi)?
jalur yang benar (evaluasi)?
i)
Bagaimanakah
kita manyatakan apakah kita telah sampai
(assesment)?
(assesment)?
j)
Bagaimanakah
kita memberitahukan kepada orang lain
(disseminate)?
(disseminate)?
k) Kesalahan-kesalahan apakah yang kita
lakukan dalam
perjalanan (umpan balik)?
perjalanan (umpan balik)?
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Ø Pendekatan pengembangan kurikulum
menunjuk pada titik tolakatau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan
kurikulum.
Ø Model
pengembangan kurikulum adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai
pedoman atau acuan dalam melakukan pengembangan kurikulum tersebut.
Ø Macam-macam
pendekatan pengembangan kurikulum:
ü Pendekatan
berorientasi pada bahan pelajaran
ü Pendekatan
berorientasi pada tujuan
ü Pendekatan
dengan organisasi bahan
Ø Macam-macam
model pengembangan kurikulum:
v Model pengembangan kurikulum menurut
Robert S. Zails:
a) Model adaministratif
b) Model dari bawah (Grass-Roots)
c) Model demonstrasi
d) Model system beauchamp
e) Model terbalik Hilda taba
f) Model hubungan interpersonal dari
Rogers
g) Model action research yang
sistematis
h) Model teknologis
v Model pengembangan kurikulum menurut
Rogers:
a) Asumsi bahwa kemampuan untuk lulus
ujian adalah criteria
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi
b) Evaluasi adalah pendidikan, dan pendidikan
evaluasi,
c) Pengetahuan merupakan akumulasi bagian-bagian
dari materi
informasi.
informasi.
v Model pengembangan kurikulum menurut
Ralph Tyler:
a) Apakah perjalanan itu penting (diperlukan)?
b) Kemana kita akan pergi (tujuan dan
sasaran)?
c) Jalan apakah yang diambil (model
subyek)?
d) Kendaraan apakah yang dinaiki
(isi/materi)?
e) Bagaimanakah cara mengendarai
kendaraan tersebut (pendekatan terhadap proses belajar)?
f) Jenis peta manakah yang akan kita gunakan
(teknologi
pendidikan)?
pendidikan)?
g) Siapa sajakah teman seperjalanan
kita (bidang-bidang ilmu lain
dari kurikulum)?
dari kurikulum)?
h) Bagaimana kita dapat menyatakan
bahwa kita berada pada
jalur yang benar (evaluasi)?
jalur yang benar (evaluasi)?
i)
Bagaimanakah
kita manyatakan apakah kita telah sampai
(assesment)?
(assesment)?
j)
Bagaimanakah
kita memberitahukan kepada orang lain
(disseminate)?
(disseminate)?
k) Kesalahan-kesalahan apakah yang kita
lakukan dalam
perjalanan (umpan balik)?
perjalanan (umpan balik)?