Rabu, 25 April 2012

Pendekatan dan model pengembangan kurikulum (UNPAK FKIP PGSD))


BAB I
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang
Pada saat ini masih banyak sekali masyarakat pendidikan yang belum mengerti dan memahami pendekatan dan model-model pengembangan kurikulum. Sebagian besar hanya pernah mendengar tetapi belum mengerti dan memahami secara jelas. Padahal pendekatan dan model pengembangan kurikulum iini sangat mempengaruhi pengembangan dan pembentukan suatu kurikulum. Semoga makalah ini dapat membantu dan menambah wawasan pembaca pada umumnya dan penyusun sendiri pada khususnya.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada makalah ini adalah:
1.      Apa yang dimaksud dengan pendekatan dan model pengembangan kurikulum?
2.      Apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut?
3.      Apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut?

C.    Tujuan
Tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1.      Menjelaskan pengertian dari pendekatan dan model pengembangan kurikulum.
2.      Menjelaskan apa sajakah pendekatan pengembangan kurikulum tersebut.
3.      Menjelaskan apa sajakah model-model pengembangan kurikulum tersebut.


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang seseorang terhadap suatu proses tertentu. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum. Dengan demikian pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolakatau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum. Pengembangan kurikulum mempunyai makna yang cukup luas. Menurut sukmadinata (2000 : 1), pengembangan kurikulum bisa berarti penyusun kurikulum yang sama sekali baru (curriculum construction), bisa juga menyempurnakan kurikulum yang telah ada (curuculum improvement). Selajutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran mata pelajaran, garis-garis besar program pengajaran, sampai dengan pedoman-pedoman pelaksanaan (macro curriculum). Pada sisi lainnya berkenaan dengan penjabaran kurikulum yang telah disusun oleh tim pusat menjadi rencana dan persiapan-persiapan mengajar yang lebih khusus, yang dikerjakan oleh guru-guru di sekolah, seperti penyusunan rencana tahunan, semester, satuan pelajaran, dan lain-lain (micro curriculum). Yang dimaksud pengembangan kurikulum dalam bahasan ini mencakup keduanya, tergantung pada konteks pendekatan dan model pengembangan kurikulum itu sendiri. 
Pendekatan, lebih menekankan pada usaha dan penerapan langkah-langkah atau cara kerja dengan menerapkan suatu strategi dan beberapa metode yang tepat, yang dijalankan sesuai dengan langkah-langkah yang sistematik untuk memperoleh hasil kerja yang lebih baik. Kurikulum merupakan suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum. Caswell mengartikan pengembangan kurikulum sebagai alat untuk membantu guru dalam melakukan tugas mengerjakan bahan, menarik minat murid dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pendekatan pengembangan kurikulum adalah cara kerja dengan menerapkan strategi dan metode yang tepat dengan mengikuti langkah-langkah pengembangan yang sistematis untuk menghasilkan kurikulum yang lebih baik.

B.     Pendekatan Pengembangan Kurikulum
Pengembangan kurikulum sebaiknya dilaksanakan secara sistemik berdasarkan prinsip terpadu yaitu memberikan petunjuk bahwa keseluruhan komponen harus harus tepat sekali dan menyambung secara integratif, tidak terlepas-lepas, tetapi menyeluruh. Penyusunan satu komponen harus dinilai konsistensinya dan berkaitan dengan komponen-komponen lainnya sehingga kurikulum benar-benar terpadu secara bulat dan utuh. Ada berbagai macam pendekatan yang dapat digunakan dalam mengembangkan kurikulum, diantaranya adalah:
1.      Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran
Pendekatan ini di Indonesia dalam kurikulum sebelum kurikulum 1975. bagaimana dengan kelebihan dan kekurangan pendekatan yang berorientasi bahan adalah bahwa bahan pengajaran lebih flesibel dan bebas dalam menyusunnya, sebab tidak ada ketentuan yang pasti dalam menentukan bahan pengajaran yang sesuai dengan tujuan. Kelemahannya adalah karena tujuan pengajaran kurang jelas, maka sukar ditentukan pedoman dalam menentukan metode yang sesuai untuk pengajaran. Demikian pula untuk kebutuhan penilaian.
2.      Pendekatan berorientasi pada tujuan
Pendekatan yang berorientasi pada tujuan ini, menempatkan rumusan atau penetapan tujuan yang hendak dicapai dalam posisi sentral, sebab tujuan adalah penberi arah dalam pelaksanaan proses belajar mengajar.
Kelebihan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan adalah:
·         Tujuan yang ingin dicapai jelas bagi penyusunan kurikulum
·         Tujuan yang jelas pula didalam meneptapkan materi pelajaran, metode, jenis kegiatan dan alat yang diperlukan untuk mencapai tujuan
·         Tujuan-tujuan yang jelas itu juga akan memberikan arah dalam mengadakan penilaian terhadap hasil yang di capai.
·         Hasil penilaian yang terarah tersebut akan membantu penyusun kurikulum dalam mengadakan perbaikan-perbaikan yang di perlukan
Sedangkan kelemahan dari pendekatan pengembangan kurikulum yang berorientasi pada tujuan yaitu kesulitan dalam merumuskan tujuan itu sendiri (bagi guru).
3.      Pendekatan dengan Organisasi Bahan
a.       Pendekatan Pola Subjec Matter Curriculum
Pendekatan ini penekanannya pada mata pelajaran-mata pelajaran secara terpisah-pisah, misalnya: Sejarah, Ilmu Bumi, Biologi, Berhitung. Mata pelajaran ini tidak berhubungan satu sama lain.
b.      Pendekatan dengan Pola Correlated Curriculum
Pendekatan dengan pola ini adalah pendekatan dengan pola mengelompokkan beberapa mata pelajaran (bahan) yang seiring, yang bisa secara dekat berhubungan. Pendekatan ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, yaitu:
v  Pendekatan Struktural
Sebagai contoh adalah IPS. Bidang ini terdiri atas Ilmu Bumi, Sejarah, dan Ekonomi. Maka didalam suatu pokok (topik) dari Ilmu Bumi, kemudian dipelajari pula ilmu-ilmu lain yang masih berada dalam lingkup suatu bidang studi.
v  Pendekatan Fungsional
Pendekatan ini berdasar pada masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari. Masalah ini dikupas melalui berbagai ilmu yang berada dalam lingkup suatu bidang studi yang dipandang ada hubungannya
v  Pendekatan Tempat / Daerah
Atas dasar pembicaraan suatu tempat tertentu sebagai pokok pembicaraannya. Misalnya tentang daerah Yogyakarta, maka dapat dibuat bahan pembicaraan mengenai segi wisatanya, antropologi, budaya, politik, ekonomi dan sebagainya.
v  Pendekatan Pola Integrated Curriculum
Pendekatan ini didasarkan pada keseluruhan hal yang mempunyai arti tertentu. Keseluruhan ini tidak sekedar merupakan kumpulan dari bagian-bagiannya, tetapi mempunyai arti tertentu. Sesuai dengan tujuan pendidikan nasional Negara kita, yang mengarah pada pembentukan pribadi manusia seutuhnya, maka di dalam pemberian bahan pendekatan ini menekankan pada keutuhan kebutuhan, yang dalam hal ini tidak hanya melalui mata pelajaran yang terpisah-pisah, namun harus dijalin suatu keutuhan yang meniadakan batasan tertentu dari masing-masing bahan pelajaran.
Menurut Blaney, pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang sangat kompleks karena mencakup pembicaraan penyusunan kurikulum yang dilaksanakan di sekolah disertai dengan penilaian yang intensif, dan penyempurnaan-penyempurnaan terhadap komponen kurikulum. Usaha melaksanakan tiga hal tersebut berarti harus melaksanakan keseluruhan proses pengintegrasian komponen kurikulum, diantaranya adalah komponen tujuan. Dalam kaitannya dengan komponen tujuan ini, perlu di mengerti pula tentang kedudukan otoritas yang mengambil keputusan kurikulum.
C.    Pengertian Model Pengembangan kurikulum
Model adalah pola (contoh, acuan, ragam) dari sesuatu yang akan dibuat atau dihasilkan (Departemen P dan K, 1984:75). Definisi lain dari model adalah abstraksi dari  sistem  sebenarnya,  dalam  gambaran  yang  lebih  sederhana  serta  mempunyai tingkat prosentase yang bersifat menyeluruh, atau model adalah abstraksi dari realitas
dengan hanya memusatkan perhatian pada beberapa sifat dari kehidupan sebenarnya  (Simamarta, 1983: ix – xii).
Jadi, Model ialah sebagai kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan sebuah kegiatan.

D.     Model Pengembangan Kurikulum
Model-model pengembangan kurikulum tersebut diantaranya
adalah :
a)      Model pengembangan kurikulum menurut Robert S. Zails.
 Dalam bukunya yang berjudul Curriculum Principles and
Foundations. Zains mengemukakan delapan model pengembangan
kurikulum. Model-model tersebut adalah:
a.       Model administrative ( Administrative )
Model pengembangan kurikulum ini merupakan model paling lama dan paling banyak dikenal. Diberi nama model administratif atau line staf, karena inisiatif dan gagasan pengembangan datang dari para administrator pendidikan dan menggunakan prosedur administrasi. Dengan wewenang administrasinya, administrator pendidikan (apakah dirjen, direktur atau kepala kantor wilayah pendidikan dan kebudayaan) membentuk suatu komisi atau tim pengarah pengembangan kurikulum. Anggota-anggota komisi atau tim ini terdiri atas, pejabat dibawahnya, para ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli disiplin ilmu, dan para tokoh dari dunia kerja dan perusahaan, tugas tim atau komisi ini adalah merumuskan konsep-konsep dasar, landasan-landasan, kebijaksanaan dan strategi utama dalam pengembangan kurikulum. Setelah hal-hal mendasar ini terumuskan dan mendapat pengakajian yang seksama, administrator pendidikan menyusun tim atau komisi kerja pengembangan kurikulum. Para anggota tim atau komisi ini terdiri atas para ahli pendidikan/kurikulum, ahli disiplin ilmu dari perguruan tinggi, guru-guru bidang studi yang senior.
Tim kerja pengembangan kurikulum bertugas menyusun kurikulum yang sesungguhnya yang lebih operasional, yang dijabarkan dari konsep-konsep dan kebijaksanaan dasar yang telah digariskan oleh tim pengarah.
Tugas tim kerja ini merumuskan tujuan-tujuan yang lebih operasional dari tujuan-tujuan yang lebih umum, memilih dan menyusun sekuens bahan pelajaran, memilih strategi pengajaran dan evaluasi, serta menyusun pedoman-pedoman pelaksanaan kurikulum tersebut bagi para guru.
Setelah semua tugas dari tim kerja pengembangan kurikulum tersebut selesai, hasilnya dikaji ulang oleh tim pengarah serta para ahli lain yang berwewenang atau pejabat yang kompeten. Setelah mendapat beberapa penyempurnaan, dan dinilai telah cukup baik, administrator pemberi tugas menetapkan berlakunya kurikulum tersebut serta memerintahkan sekolah-sekolah untuk melaksanakan kurikulum tersebut. Karena sifatnya yang datang dari atas, model pengembangan kurikulum demikian disebut juga model “top down” atau “line staff”. Pengembangan kurikulum dari atas, tidak selalu segera berjalan, sebab menuntut kesiapan dari pelaksanaanya, terutama guru-guru. Mereka perlu mendapatkan petunujuk-petunjuk dan penjelasan atau mungkin juga peningkatan pengetahuan dan ketrampilan. Kebutuhan akan adanya penataran sering tidak dapat dihindarkan.
Dalam pelaksanaan kurikulum tersebut, selama tahun-tahun permulaan diperlukan pula adanya kegiatan monitoring pengamatan dan pengawasan serta bimbingan dalam pelaksanaanya. Setelah berjalan beberapa saat perlu juga dilakukan evaluasi, untuk menilai baik validitas komponen-komponenya prosedur pelaksanaan maupun keberhasilanya. Penilaian menyeluruh dapat dilakukan oleh tim khusus dari tingkat pusat atau daerah. Sedang penilaian persekolah dapat dilakukan oleh tim khusus sekolah yang bersangkutan. Hasil penilaian tersebut merupakan umpan balik, baik bagi instansi pendidikan di tingkat pusat, daerah maupun sekolah.

b.      Model dari bawah ( Grass-Roots )
Model pengembangan ini merupakan lawan dari model pertama. Inisiatif dan upaya pengembangan kurikulum, bukan datang dari atas tetapi datang dari bawah, yaitu guru-guru atau sekolah. Model pengembangan kurikulum yang pertama,digunakan dalam sistim pengelolaan pendidikan/kurikulum yang bersifat sentralisasi, sedangkan Grass Roots Model akan berkembang dalam sistem pendidikan yang bersifat desentralisasi. Dalam model pengembangan Grass Roots seorang guru, sekelompok guru atau keseluruhan guru di suatu sekolah mengadakan upaya pengembangan kurikulum.
Pengembangan atau penyempurnaan ini dapat berkenaan dengan suatu komponen kurikulum, satu atau beberapa bidang studi atau seluruh bidang studi dan keseluruhan komponen kurikulum. Apabil kondisinya telah memungkinkan, baik dilihat dari kemampuan guru-guru, vasilitas, biaya maupun bahan-bahan kepustakaan, pengembangan kerikulum Grass Roots Model akan lebih baik. Hal ini didasarkan atas pertimbangan bahwa guru adalah perencana, pelaksana, dan juga penyempurna dari pengajaran di kelasnya. Dialah yang paling tahu kebutuhan kelasnya, oleh karna itu dialah yang paling berkompeten menyusun kurikulum bagi kelasnya. Hal itu sesuai dengan prinsip-prinsip pengembang kurikulum yang deikemukakan oleh smith, stanley dan shores (1957:429) dalam pengembangan kurikulum karangan Prof. DR. Nana Syaodih Sukmadinata.
Pengembangan kurikulum yg bersifat Grass Roots Model mungkin hanya berlaku untuk bidang studi tertentu atau sekolah tertentu tetapi mungkin pula dapat digunakan untuk bidang studi sejenis pada sekolah lain, atau keseluruhan bidang studi pada sekolah atau daerah lain. Pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi dengan model grass rootsnya, memungkinkan terjadinya kompetisi di dalam meningkatkan mutu dan sistem pendidikan yang pada giliranya akan melahirkan manusia-manusia yang lebih mandiri dan kreatif.

c.       Model demonstrasi ( Demonstration )
Model demonstrasi pada dasarnya bersifat grass roots, dangan dari bawah. Model ini diprakarsai oleh sekelompok guru atau sekelompok guru bekerja sama dengan ahli yang bermaksud mengadakan perbaikan kurikulum.  Model ini umumnya berskala kecil, hanya mencakup suatu atau beberapa sekolah, suatu kompenen kurikulum atau mencakup keseluruhna kompeonen kurikulum. Karena sikap ingin merubah atau mengganti kurikulum yang ada, pengembangan kurikulum sering mendapat tantangan dari pihak-pihak tertentu.
Karena sifatnya yang ingin merubah, pengembangan kurikulum seringkali mendapat tantangan dari pihak tertentu.
Terdapat dua variasi model demonstrasi, yaitu ;
1.      berbentuk proyek dan
2.      berbentuk informal, terutama diprakarsai oleh sekelompok guru yang merasa kurang puas dengan kurikulum yang ada.
Beberapa keunggulan dari pengembangan kurikulum model demonstrasi ini, yaitu: 
1.      Memungkinkan untuk menghasilkan suatu kurikulum atas aspek tertentu dari kurikulum yang lebih praktis, karena kurikulum disusun dan dilaksanakan berdasarkan situasi nyata;
2.      Jika dilakukan dalam skala kecil, resistensi dari administrator kemungkinan relatif kecil, dibandingkan dengan perubahan yang berskala besar dan menyeluruh;
3.      Dapat menembus hambatan yang sering dialami yaitu dokumen kurikulumnya bagus, tetapi pelaksanaannya tidak ada;
4.      Menempatkan guru sebagai pengambil insiatif yang dapat menjadi pendorong bagi para administrator untuk mengembangkan program baru.
Sedangkan kelemahan model ini adalah bagi guru-guru yang tidak turut berpartisipasi mereka akan enggan-enggan. Dalam keadaan terburuk mungkin akan terjadi apatisme.
d.      Model system beauchamp ( Beauchamp’s System )
Model pengembangan  kurikukum ini, dikembangkan oleh Beauchamp seorang ahli kurikulum Beauchamp. Mengemukakan lima hal di dalam pengembangan suatu kurikulum.
Ø  Pertama, menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup oleh kurikulum tersebut, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten atau seluruh negara. Pentahapan arena ini ditentukan oleh wewenang yang dimiliki oleh pengambil kebijaksanaan dalanm pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum. Walaupun daerah yang menjadi wewenang kepala kanwil pendidikan dan kebudayaan mencakup suatu wilayah propinsi, tetapi arena pengembangan kurikulum hanya mencakup suatu daerah akabuapten saja sebagai pilot proyek.
Ø  Kedua, menetapkan personalia, yaitu siapa-siapa yang turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang turut berpartisipasi dalam pengembangan kurikulum yaitu: 
ü  Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kurikulum dan para ahli bidang ilmu dari luar,
ü  Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih,  
ü  Para profesional dalam sistem pendidikan.
ü  Profesioanal lain dan tokoh-tokoh masyarakat.
Beauchamp mencoba melibatkan para ahli dan tokoh-tokoh pendidikan seluas mungkin, yang biasanya pengaruh mereka kurang langsung terhadap pengembangan kurikulum, dibanding dengan tokoh lain seperti; para penulis dan penerbit buku, para pejabat pemerintah, politikus, dan pengusaha serta industriwan. Penetapan personalia ini sudah tentu disesuaikan dengan tingkat dan luas wilayah dan arena. Untuk tingkat propinsi atau nasional tidak terlalu banyak melibatkan guru-guru. Sebaliknya untuk tingkat kabupaten, kecamatan atau sekolah keterlibatan guru semakin besar.
Mengenai keterlibatan kelompok-kelompok personalia ini, Beauchamp mengemukakan tiga pertanyaan:
v  Haruskah kelompok ahli/pejabat/profesi tersebut dilibatkan dalam pengembangan kurikulum?
v  Bila iya, apakah peranan mereka?
v  Apakah mungkin ditemukan alat dan cara yang paling efektif untuk melaksanakan peran tersebut?.

Ø  Ketiga, organisasi dan prosedur pengembangan kurikulum. Langkah ini harus berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar serta kegiatan evaluasi dalam menentukan keseluruhan desain kurikulum.

Ø  Keempat, implementasi kurikulum. Langkah ini merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang bukan sesuatu yang sederhana, sebab membutuhkan kesiapan yang menyeluruh, baik kesiapan guru-guru, siswa, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dari pimpinan sekolah atau administrator setempat.
Lebih jauh lagi mengemukakan lima langkah di dalam pengembangan suatu kurikulum, yaitu :
v  Menetapkan arena atau lingkup wilayah yang akan dicakup kurikulum, apakah suatu sekolah, kecamatan, kabupaten propinsi atau bahkan seluruh negara. Penetapan wilayah ditentukan oleh pihak yang memiliki wewenang pengambil kebijaksanaan dalam pengembangan kurikulum, serta oleh tujuan pengembangan kurikulum.
v  Menetapkan personalia yang akan turut serta terlibat dalam pengembangan kurikulum. Ada empat kategori orang yang dapat dilibatkan yaitu : Model Pengembangan Kurikulum
ü  Para ahli pendidikan/kurikulum yang ada pada pusat pengembangan kuruikulum/pendidikan dan para ahli bidang ilmu dari luar;
ü  Para ahli pendidikan dari perguruan tinggi atau sekolah dan guru-guru terpilih;
ü  Para profesional dalam sistem pendidikan; dan
ü  Profesional lain dan tokoh masyarakat.

Organisasi dan prosedur pengembangan yaitu berkenaan dengan prosedur yang harus ditempuh dalam merumuskan tujuan umum dan tujuan yang lebih khusus, memilih isi dan pengalaman belajar, serta kegiatan evaluasi dan dalam menentukan desain kurikulum. Beauchamp membagi keseluruhan kegiatan ini dalam lima langkah, yaitu :
ü  membentuk tim pengembang kurikulum;
ü  mengadakan evaluasi atau penelitian terhadap kurikulum yang berlaku;
ü  studi penjajagan kemungkinan penyusunan kurikulum baru;
ü  merumuskan kriteria-kriteria bagi penentuan kurikulum baru; dan
ü  penyusunan dan penulisan kurikulum baru.
ü  Implementasi kurikulum merupakan langkah mengimplementasikan atau melaksanakan kurikulum yang sesungguhnya bukanlah hal sederhana, sebab membutuhkan kesiapan menyeluruh, baik guru, peserta didik, fasilitas, bahan maupun biaya, disamping kesiapan manajerial dan pimpinan sekolah atau administrator setempat.

Evaluasi kurikulum, pada langkah ini minimal mencakup empat hal yaitu:
ü  evaluasi tentang pelaksanaan kurikulum oleh guru;
ü  evaluasi desain;
ü  evaluasi hasil belajar peserta didik; dan
ü  evaluasi dari keseluruhan sistem kurikulum.
Data yang diperoleh digunakan untuk kepentingan perbaikan dan penyempurnaan kurikulum.

e.       Model terbalik Hilda taba ( Hila Taba’s Inverted )
Menurut cara yang bersifat tradisional pengembangan kurikulum dilakukan secara deduksi, dengan urutan:
1.      Penentuan prinsip-prinsip dan kebijaksanaan dasar,
2.      Merumuskan desain kurikulum yang bersifat menyeluruh didasarkan atas komitmen-komitmen tertentu
3.      Menyusun unit-unit kerikulum sejalan dengan desain yang menyeluruh,
4.      Melaksanakan kurikulum di dalam kelas.
Taba berpendapat model deduktif ini kurang cocok, sebab tidak merangsang timbulnya inovasi-inovasi. Menurut pengembangan kurikulum yang lebih mendorong inovasi dan kreativitas guru-guru adalah bersifat induktif, yang merupakan inversi atau arah terbalik dari model tradisional.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model taba ini. Pertama, mengadakan unit-unit eksperiment bersama guru-guru. Kedua, Menguji unit eksperimen. Ketiga, mengadakan revisi dan konsolidasi. Langkah keempat, pengembangan keseluruhan kerangka kurikulum.
Ada lima langkah pengembangan kurikulum model Taba, yaitu :
Ø  Menghasilkan unit-unit percobaan (pilot unit) melalui langkah-langkah: (1) mendiagnosis kebutuhan; (2) merumuskan tujuan-tujuan khusus; (3) memilih isi; (4) mengorganisasi isi; (4) memilih pengalaman belajar; (5) mengorganisasi pengalaman belajar; (5) mengevaluasi; dan (6) melihat sekuens dan keseimbangan
Ø  Menguji coba unit eksperimen untuk memperoleh data dalam rangka menemukan validitas dan kelayakan penggunaannya.
Ø  Mengadakan revisi dan konsolidasi unit-unit eksperimen berdasarkan data yang diperoleh dalam uji coba.
Ø  Mengembangkan seluruh kerangka kurikulum
Implementasi dan diseminasi kurikulum yang telah teruji. Pada tahap terakhir ini perlu dipersiapkan guru-guru melalui penataran-penataran, loka karya dan sebagainya serta mempersiapkan fasilitas dan alat sesuai tuntutan kurikulum.

f.       Model hubungan interpersonal dari Rogers ( Roger’s Interpersonal Relationals)
Meskipun roger bukan seorang ahli pendidikan melainkan seorang ahli psikologi atau psikoterapi. Tetapi konsep-konsepnya tentang psikoterapi khususnya bagaimana membimbing individu juga dapat diterapkan dalam bidang pendidikan dan pengembangan kurikulum. Memang ia banyak mengemukakan konsep tentang perkembangan dan perubahan individu.
Menurut when crosby (1970:388) dalam Nana Syaodih Sukmadinata “pengembangan kurikulum teori dan praktek mengatakan bahwa “perubahan kurikulum adalah perubahan individu”.
Menurut Rogersmanusia berada dalam proses perubahan (becoming, developing, changing), sesungguhnya ia mempunyai kekuatan dan potensi untuk berkembang sendiri, tetapi karena ada hambatan-hambatan tertentu ia membutuhkan orang lain untuk membantu memperlancar atau mempercepat perubahan tersebut. Guru serta pendidik lainnya bukan pemberi informasi apalagi penentu perkembangan anak, mereka hanyalah pendorong dan pemelancar perkembangan anak. 
Ada empat langkah pengembangan kurikulum model Rogers, yaitu: 
v  Pemilihan target dari sistem pendidikan; di dalam penentuan target ini satu-satunya kriteria yang menjadi pegangan adalah adanya kesediaan dari pejabat pendidikan/administrator untuk turut serta dalam kegiatan kelompok secara intensif. Selama satu minggu pejabat pendidikan/administrator melakukan kegiatan kelompok dalam suasana relaks, tidak formal.
v  Partisipasi guru dalam pengalaman kelompok yang intensif. Keikutsertaan guru dalam kegiatan sebaiknya secara sukarela. Lama kegiatan satu minggu atau kurang. Menurut Rogers bahwa efek yang diterima sejalan dengan para administrator seperti telah dikemukakan di atas, 
v  Pengembangan pengalaman kelompok yang intensif untuk satu kelas atau unit pelajaran. Selama lima hari penuh peserta didik ikut serta dalam kegiatan kelompok, dengan fasilitator guru atau administrator atau fasilitator dari luar.
v  Partisipasi orang tua dalam kegiatan kelompok. Kegiatan ini dapat dikoordinasi oleh Komite Sekolah masing-masing sekolah. Lama kegiatan kelompok tiga jam tiap sore hari selama seminggu atau 24 jam secara terus menerus. Kegiatan ini bertujuan memperkaya orang-orang dalam hubungannya dengan sesama orang tua, dengan anak, dan dengan guru. Kegiatan ini merupakan kulminasi dari kegiatan kelompok di atas. Metode pendidikan yang dikembangkan Rogers adalah sensitivity trainning, encounter group, dan Trainning Group (T Group).
Model pengembangan kurikulum dari Rogers ini berbeda dengan model-model lainnya. Sepertinya tidak ada suatu perencanaan kurikulum tertulis, yang ada hanyalah rangkaian kegiatan kelompok. Itulah ciri khas Carl Rogers ssebagai sebagai Eksistensial Humanis., ia tidak mementingkan formalitas, rancangan tertulis, data, dan sebagainya. Bagi Rogers yang penting adalah aktivitas dan interaksi. Berkat berbagai bentuk aktivitas dalam interaksi ini individu akan berubah . petode pendidikan yang di utamakan Rogers adalah sensitivity training, encounter  group dan Training Group
( T Group ).

g.      Model action research yang sistematis ( The Systematic Action-Research)
Model kurikuum ini didasarkan pada asumsi bahwa perkembangan kurikulum merupakan perubahan sosial. Hal itu mencakup suatu proses yang melibatkan kepribadian orang tua, siswa guru, struktur sistem sekolah, pola hubungan pribadi kelompok dari sekolah dan masyarakat. Jadi model ini menekankan pada tiga hal; yaitu hubungan insane, sekolah dan organisasi masyarakat, serta wibawa dari pengetahuan professional.
Kurikulum dikembangkan dalam konteks harapan warga masyarakat, pengusaha, siswa, guru, dan lain-lain, mempunyai pandangan tentang bagaimana pendidikan, bagaimana anak belajar, dan bagaimana peranan kurikulum dalam pendidikan dan pengajaran. Penyusunan kurikulum harus memasukkan pandangan dan harapan-harapan masyarakat, dan salah satu cara untuk mencapai hal itu adalah dengan prosedur action research.
Langkah pertama, mengadakan kajian secara saksama tentang masalah-masalah kurikulum, berupa pengumpulan data yang bersifat menyeluruh, dan mengidentifikasi faktor-faktor, kekuatan dan kondisi yang mempengaruhi masalah tersebut. Dari hasil kajian tersebut dapat disusun rencana yang menyeluruh tentang cara-cara mengatasi masalah tersebut, serta tindakan pertama yang harus diambil.
Langkah kedua, implementasi dari keputusan yang diambil dalam tindakan pertama. Tindakan ini segera diikuti oleh kegiatan pengumpulan data dan fakta-fakta. Fungsinya untuk menyiapkan data bagi evaluasi tindakan, sebagai bahan pemahaman tentang masalah yang dihadapi, sebagai bahan untuk menilai kembali dan mengadakan modifikasi, sebagai bahan untuk menentukan tindakan lebih lanjut.

h.      Model teknologis ( Emerging Technical )
Perkembangan bidang tekhnologi dan ilmu pengetahuan serta nilai-nilai efisiensi efektivitas dalam bisnis, juga mempengaruhi perkembangan model-model kurikulum. Tumbuh kecenderungan-kecenderungan baru berdasarkan hal tersebut, diantaranya:
Ø  The Behaviour Analysis Model; menekankan penguasaan perilaku atau kemampuan. Suatu perilaku/kemampuan yang kompleks diuraikan menjadi perilaku-perilaku yang sederhana yang tersusun secara hierarkis. Siswa mempelajari perilaku-perilaku tersebut secara berangsur-angsur mulai dari yang sederhana menuju yang lebih kompleks.
Ø  The System Analysis Model; berasal dari gerakan efisiensi bisnis. Langkah pertama dari model ini adalah menentukan spesifikasi perangkat hasil belajar yang harus dikuasai siswa. Langkah kedua adalah menyusun instrument untuk menilai ketercapaian hasil-hasil belajar tersebut. Langkah ketiga adalah mengidentifikasi tahap-tahap ketercapaian hasil serta perkiraan biaya yang diperlukan. Langkah keempat, membandingkan biaya dan keuntungan dari beberapa program pendidikan.
Ø  The Computer-Based Model; suatu model pengembangan kurikulum dengan memanfaatkan computer. Pengembangannya dimulai dengan mengidentifikasi seluruh unit-unit kurikulum, tiap unit kurikulum telah memiliki rumusan tentang hasil-hasil yang diharapkan. Kepada para siswa dan guru-guru diminta untuk melengkapi pertanyaan tentang unit-unit kurikulum tersebut. Setelah diadakan pengolahan disesuaikan dengan kemampuan dan hasil-hasil belajar yang dicapai siswa disimpan dalam computer.

b)      Model pengembangan kurikulum yang diajukan oleh Rogers
Model yang diajukan oleh Rogers ini masih dalam bentuk
paling sederhana. Model ini banyak dipakai oleh tenaga pengajar
mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Ada 3 asusmsi dasar
model pengembangan kurikulum yang dikemukakan oleh Rogers,
diantaranya adalah:

a.         Asumsi bahwa kemampuan untuk lulus ujian adalah criteria
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi.
b.        Evaluasi adalah pendidikan, dan pendidikan evaluasi,
c.         Pengetahuan merupakan akumulasi bagian-bagian dari materi
informasi.

c)      Model pengembangan kurikulum menurut Ralph Tyler
Pada tahun 1950 Ralph Tyler menciptakan suatu mata pelajaran baru dengan judul prinsip-prinsip kurikulum pengajaran. Pemikiran Ralph Tyler tersebut telah banyak mendasari alam pengembangan kurikulum masa sekarang. Dalam kaitannya dengan pelaksanaan kurikulum Tyler mengembangkan pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut:
a)      Apakah perjalanan itu penting (diperlukan)?
b)      Kemana kita akan pergi (tujuan dan sasaran)?
c)      Jalan apakah yang diambil (model subyek)?
d)     Kendaraan apakah yang dinaiki (isi/materi)?
e)      Bagaimanakah cara mengendarai kendaraan tersebut (pendekatan terhadap proses belajar)?
f)       Jenis peta manakah yang akan kita gunakan (teknologi
pendidikan)?
g)      Siapa sajakah teman seperjalanan kita (bidang-bidang ilmu lain
dari kurikulum)?
h)      Bagaimana kita dapat menyatakan bahwa kita berada pada
jalur yang benar (evaluasi)?
i)        Bagaimanakah kita manyatakan apakah kita telah sampai
(assesment)?
j)        Bagaimanakah kita memberitahukan kepada orang lain
(disseminate)?
k)      Kesalahan-kesalahan apakah yang kita lakukan dalam
perjalanan (umpan balik)?
  



BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Ø Pendekatan pengembangan kurikulum menunjuk pada titik tolakatau sudut pandang secara umum tentang proses pengembangan kurikulum.
Ø Model pengembangan kurikulum adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman atau acuan dalam melakukan pengembangan kurikulum tersebut.
Ø Macam-macam pendekatan pengembangan kurikulum:
ü  Pendekatan berorientasi pada bahan pelajaran
ü  Pendekatan berorientasi pada tujuan
ü  Pendekatan dengan organisasi bahan
Ø Macam-macam model pengembangan kurikulum:
v  Model pengembangan kurikulum menurut Robert S. Zails:
a)      Model adaministratif
b)      Model dari bawah (Grass-Roots)
c)      Model demonstrasi
d)     Model system beauchamp
e)      Model terbalik Hilda taba
f)       Model hubungan interpersonal dari Rogers
g)      Model action research yang sistematis
h)      Model teknologis
v  Model pengembangan kurikulum menurut Rogers:
a)      Asumsi bahwa kemampuan untuk lulus ujian adalah criteria
terbaik untuk pemilihan mahasiswa, dan untuk penetapan profesi
b)       Evaluasi adalah pendidikan, dan pendidikan evaluasi,
c)       Pengetahuan merupakan akumulasi bagian-bagian dari materi
informasi.
v Model pengembangan kurikulum menurut Ralph Tyler:
a)      Apakah perjalanan itu penting (diperlukan)?
b)      Kemana kita akan pergi (tujuan dan sasaran)?
c)      Jalan apakah yang diambil (model subyek)?
d)     Kendaraan apakah yang dinaiki (isi/materi)?
e)      Bagaimanakah cara mengendarai kendaraan tersebut (pendekatan terhadap proses belajar)?
f)       Jenis peta manakah yang akan kita gunakan (teknologi
pendidikan)?
g)      Siapa sajakah teman seperjalanan kita (bidang-bidang ilmu lain
dari kurikulum)?
h)      Bagaimana kita dapat menyatakan bahwa kita berada pada
jalur yang benar (evaluasi)?
i)        Bagaimanakah kita manyatakan apakah kita telah sampai
(assesment)?
j)        Bagaimanakah kita memberitahukan kepada orang lain
(disseminate)?
k)      Kesalahan-kesalahan apakah yang kita lakukan dalam
perjalanan (umpan balik)?